Saya sudah cukup banyak membahas tentang peran kasih dalam komunitas orang percaya di atas, yang intinya adalah membuat kesatuan tubuh Kristus menjadi nyata. Lalu bagaimana dengan hal-hal praktisnya? Tentu bisa banyak hal dilakukan. tetapi sepertinya kita tidak akan cukup waktu untuk membahasnya. Saya akan bahas beberapa poin saja yang menurut saya cukup vital.
Roma 12 : 9 berkata “hendaklah kasih itu jangan pura-pura!”
Amsal 3 : 27 berkata “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.”
Kasih palsu itu ada dan mungkin tanpa sadar saya dan anda pernah melakukannya. Saya beri contoh. Ketika ada saudara seiman sedang berada dalam masalah yang cukup pelik, maka sering sekali kita berkata “aku dukung dalam doa yahh”. Bukan berarti mendukung dalam doa tidak baik, itu sangat baik dan salah satu ungkapan kasih. Tetapi sering sekali pertolongan yang ia butuhkan bukanlah doa semata. Karena jika ia orang yang sungguh-sungguh dalam Tuhan maka pasti dia akan berdoa. Ungkapan kasih yang mungkin ia butuhkan adalah perhatianmu, waktumu, bahkan uangmu. Sering sekali kita bilang kita akan mendoakan dia tetapi pada kenyataannya kita tidak pernah mendoakannya. Kita berkata “aku akan mendoakanmu” Cuma untuk menunjukkan simpati padanya dan kita tidak (atau saya perhalus menggunakan kata “lupa”) mendoakannya, maka itu adalah kasih yang palsu. Bukannya ucapan simpati buruk dan tidak perlu dilakukan. tetapi hendaknya kasih itu nyata dalam tindakan kita. jika kita memang bisa menolongnya dalam bentuk perbuatan, maka itu jauh lebih nyata dan berguna daripada kasih yang Cuma berupa ungkapan semata.
Seseorang pernah berkata bahwa “masalah yang sangat pelik akan menunjukkan siapa sebenarnya sahabatmu”. Seorang teman mungkin akan meninggalkanmu saat masalah pelik menimpamu, tetapi seorang sahabat sejati tetap berada di sisimu di saat-saat terkelam dalam hidupmu.
Ada 1 kunci lagi agar kasih dapat mengalir dengan deras di komunitas orang percaya. Saya sangat bersyukur bahwa Alkitab seimbang dalam segala sesuatu, tidak pernah berat sebelah. dan itu ditunjukkan dalam Roma 14. Silakan lihat sendiri pada alkitab anda apa yang tertulis disana. Pasal ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu perikop pertama tentang “jangan menghakimi saudaramu” dan perikop kedua tentang “jangan memberi batu sandungan”. Ini sebuah pasal yang sangat seimbang dan membuat saya semakin terkagum-kagum dengan isi alkitab. Kita Cuma akan membahas 2 ayat saja dari pasal ini.
Roma 14 : 1 “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.”
Roma 14 : 13 “Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!”
Dalam suatu komunitas Kristen, pasti ada level-level rohani yang berbeda-beda antara satu orang dengan yang lainnya. ada orang yang sudah mengerti banyak Firman Tuhan, tetapi mungkin ada yang baru saja bertobat dan belum mengerti banyak tentang Firman Tuhan. dan sering sekali ini dapat menimbulkan konflik dalam komunitas orang percaya. Saya sendiri pernah menghadapi konflik seperti ini.
Suatu waktu, ada satu adik dalam pelayanan yang baru saja bertobat. Tuhan berbicara sesuatu padanya tentang hidup saya. Kemudian dia menyampaikannya pada saya. Ada prosedur yang saya rasa salah dalam penyampaian pesan Tuhan itu. sehingga kemudian saya menegur dia balik bahwa prosesnya tidaklah benar dan alkitabiah. Bukannya saya tidak suka ditegur. Saya terima teguran itu. tetapi saya juga menegur dia balik tentang prosesnya agar dia mengerti dan memperbaikinya di kemudian hari. Bagi saya semua itu tidak ada masalah. tetapi tidak bagi adik ini. dia merasa saya menyerang balik dengan ayat Firman dan dia mulai tersinggung pada saya. Sampai akhirnya timbul konflik tetapi pada akhirnya semua beres dengan baik. Apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?
Bagi orang yang sudah cukup lama dalam Tuhan, janganlah terlalu menuntut lebih dari orang yang masih baru dalam Tuhan. atau dengan kata lain seorang yang senior rohani harus bersabar menghadapi pertumbuhan rohani dari yang masih junior rohani. Ini bukan berarti kita turunkan derajat kebenaran yang sebenarnya, misal kita mulai kompromi terhadap kasus pacaran orang yang baru bertobat di pelayanan kita dengan orang yang belum percaya. Derajat firman tidak boleh diturunkan! Tetapi bungkusnya yang dibuat berbeda.
Mari kita perhatikan apa yang Paulus katakan dalam 1 Kor 9 : 19-23, dimana dia rela menjadi seperti lawan bicaranya agar hidup orang itu dimenangkan. Kata kuncinya disini adalah “seperti”, bukan “menjadi”. kalimat yang bagus dia sampaikan adalah pada ayat 22 yang berkata : “Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah.”
Lalu apa bagian orang yang baru bertobat atau junior rohani? Sesuai Roma 14 : 13, maka seorang petobat baru atau junior rohani tidak boleh menjadi batu sandungan buat orang lain. Caranya bagaimana? Anda harus mengupgrade kapasitas rohani anda dan alami percepatan rohani dalam Kristus. Sehingga di satu saat, pemahaman rohani sang junior akan berada di level yang setara dengan sang senior.
Yang seringkali jadi masalah adalah kedua belah pihak saling menuntut pihak lainnya agar mengerti posisi dirinya, dimana dia sendiri tidak pernah melakukan bagiannya. Ini yang salah. Jika saya junior rohani, maka saya harus mengupgrade kapasitas rohani saja juga disaat saya “menuntut” sang senior rohani tidak terlalu menghakimi saya. Ini penting sekali sehingga setiap orang melakukan bagian dia terlebih dulu. Tahukan anda apa salah satu perbedaan dari seorang bayi, anak-anak, dan orang dewasa? Seorang bayi Cuma peduli pada dirinya sendiri dan akan terus menangis sampai keinginannya terpenuhi. Dan akhirnya orang tuanya pasti memenuhi keinginannya itu. seorang anak-anak juga seringkali Cuma memikirkan kepentingannya sendiri. Tetapi orang tua belum tentu memberikan semuanya padanya. Tetapi seorang dewasa tidak Cuma memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi juga memikirkan kepentingan orang lain.
Lalu apa lagi bentuk kasih yang palsu? Kasih yang tidak mau menegur rekannya yang jatuh dalam dosa. Mari lihat apa yang dikatakan Amsal 27 : 5 , “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi.” jika engkau mengasihi saudaramu, maka tegurlah ia. Lebih baik hubungan pertemanan menjadi renggang dibanding rekanmu itu masuk dalam dosa yang lebih dalam. Tetapi soal menegur, saya pelajari satu hal bahwa semakin dekat saya dengan seseorang, maka akan semakin mudah hati saya untuk menegurnya. Seringkali teguran yang keras itu tidak berasa menyakitkan karena sudah begitu banyak kebaikan yang sudah kita tabur dalam hidupnya. Misal saya mempunyai teman dekat yang sering saya traktir makan. Suatu kali saya berkata padanya bahwa dosa mencurinya sangat buruk dan dia pasti akan masuk neraka karena dosa itu. tentu saja dia tidak akan tersinggung karena saya sudah menabur banyak benih kebaikan lewat traktir makan yang saya lakukan. Jadi, manfaatkan baik-baik hubungan dekat yang sudah anda lakukan dengan rekan seimanmu. Jangan Cuma sekedar fun saja, tetapi gunakan itu untuk menegur dan membentuknya. Benar sekali apa yang dikatakan dalam Amsal 27 : 17 “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.”
Masih banyak praktek kasih yang lain. Tetapi sekali lagi, kita akan kehabisan waktu membahas itu semua. Intinya adalah : jangan lakukan kasih yang palsu. Hatimu sendiri akan berbicara apakah kasihmu palsu atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar