David Tewas karena Temuannya Sangat Bernilai
JAKARTA, KOMPAS.com — Penemuan konsep aplikasi teknologi tinggi yang sangat bernilai dari David Hartono diduga menjadi pendorong pengakhiran secara paksa hidup mahasiswa brilian asal Indonesia yang berkuliah di Nanyang Technological University (NTU), Singapura, itu, kata Iwan Piliang, Ketua Tim Verifikasi Kematian David Hartono, kepada Antara, Kamis (2/4) malam.
("Riset yang dilakukan David bernilai ekonomi tinggi," kata Iwan seraya menyebut dampak keilmuwan dan bisnis yang luas dari riset David bertemali dengan kematian juara dua Olimpiade Science tingkat nasional dan salah satu wakil Indonesia pada Olimpiade Matematika tingkat internasional itu.
Iwan menengarai, pihak-pihak tertentu di Singapura telah menyimpulkan riset dan inovasi yang dirintis David berdampak luas, sangat sensitif, dan mengusik keamanan bisnis sehingga mendorong tindakan-tindakan sangat berlebihan yang membuat David meninggal.
Iwan yang dalam satu tulisannya di Kompas mengutipkan pengakuan seorang saksi bahwa David sempat berteriak hendak dibunuh sekelompok orang mengatakan, dia telah menjalin banyak kontak di Singapura untuk menguatkan klaim bahwa David sengaja diakhiri hayatnya.
"They want to kill me (mereka mau membunuh saya)," kata Iwan mengutip David yang meneriakkan kalimat itu sambil berlari seperti dikejar seseorang. Iwan mengutipkan kalimat ini dari seorang saksi di Singapura yang mengutarakan kesaksian itu kepadanya.
Mahasiswa Fakultas Teknik Kelistrikan dan Elektro (EER) NTU itu sedang mengambil skripsi dengan meneliti pemanfaatan aplikasi Open CV dari Intel yang adalah software tak berbayar (open source) yang fokusnya terutama untuk pemrosesan gambar secara real-time.
Aplikasi ini dihubungkannya untuk mengoptimalisasi kamera CCTV yang umum digunakan di gedung-gedung dan objek-objek publik bagi pengintaian berobjek tiga dimensi (3D).
Sementara itu, keluarga kecewa kepada pihak berwajib Singapura yang tidak menepati janjinya menyampaikan hasil otopsi mengenai penyebab kematian anggota keluarganya. "Kami heran negeri semaju Singapura sampai bisa menghabiskan waktu sebulan untuk melakukan otopsi," kata William Hartono Widjaja, kakak kandung almarhum.
William mengisahkan, sebulan lalu keluarganya dijanjikan seorang penyidik (senior investigative) Singapura bernama Soh Chee Ing bahwa hasil otopsi akan diperoleh sebulan lagi (awal April 2009).
Namun, sampai lewat Kamis (2/4), hasil otopsi tidak didapatkan keluarga, padahal keluarga telah mematuhi segala prosedur yang diinstruksikan Singapura meskipun keluarga merasa arahan Singapura itu ganjil dan mengada-ada.)
ini akibat pemerintah tidak menyediakan fasilitas sekolah yang baik di negeri sendriri. coba kita punya universitas sekelas NTU dan NUS, maka murid-murid pintar kita tidak usah sekolah ke luar negeri. jadinya mereka belajar di Indonesia dan membuat riset baru di negara sendiri. Tidak usah di negara lain.
BalasHapus