Minggu, 14 Mei 2017

The selfish God

Perbendaharaan bahasa Inggris saya tidak lah cukup banyak. Saya tidak punya kosakata/istilah yang tepat untuk melukiskan Tuhan dan Abraham pada kisah di kejadian 22 selain "crazy" (or insane). Permintaan Tuhan yang "mematikan" lewat kombinasi frasa "tunggal" dan "yang sangat dikasihi" dan respon Abraham yang juga "gila dan bodoh" benar-benar tidak bisa dilukiskan dengan sebuah istilah yang pas di hati (monggo baca tulisan saya sebelumnya: "satu-satunya dan sangat dikasihi").

Banyak orang berkata bahwa Tuhan meminta Ishak karena Dia ingin melihat siapa yang paling Abraham kasihi: Ishak ataukah Tuhan. Ketika begitu banyak orang memuja Tuhan sebagai pribadi yang sangat baik, tetapi bukankah kejadian 22 bicara mengenai Tuhan yang "egois"? Tuhan tidak suka akan adanya "pesaing" lain yang mengakibatkan cemburu Tuhan. Dia cuma ingin menjadi "satu-satunya dan yang paling dikasihi". Cukup kuatkah argumen saya bahwa Dia adalah Tuhan yang egois?

Egois identik dengan konotasi negatif. Tetapi hebatnya, ketika saya sematkan kata "egois" kepada Tuhan, konotasi nya berbalik menjadi sesuatu yang positif. Mengapa? Sudah bertahun-tahun saya ikut Tuhan yang katanya egois itu dan tidak pernah saya dirugikan dalam hidup saya. Yaa, that's absolutely true!

Jika anda berkata si A adalah orang egois, maka ada pasti pernah merasa dirugikan oleh si A. Tetapi berbeda dengan Tuhan. Saya sebut Dia egois, tetapi saya tidak punya satu celah pun untuk berkata saya dirugikan. Aneh bukan? Tetapi itu sungguh benar.

Mungkin ada orang yang berkata "saya dikecewakan Tuhan" saat kegagalan datang. Tetapi dalam hidup saya, saya gagal bukan karena Tuhan mau mengecewakan saya. Tetapi bisa saja karena saya cukup "ngeyel" untuk tidak mau ikuti arahan Tuhan saat itu. Mungkin sebenarnya yang dikecewakan adalah Tuhan karena Dia sudah bicara tetapi saya "ngeyel".

Mari kembali ke topik semula. Dalam "keegoisan" Tuhan itu, tidak pernah saya merasa dirugikan dalam hidup saya. Seolah mungkin saya kehilangan segalanya saat saya mengikut Kristus, tetapi justru saya dapatkan segalanya. Saya dapatkan hidup saya yang sesungguhnya dalam Kristus yang "egois" itu.

Saya mencoba menggali isi logika saya. Bagaimana bisa istilah "egois" yang berkonotasi negatif berubah menjadi konotasi positif jika disematkan pada Tuhan? Saya pun tidak tahu kenapa.

Saya akan coba "memperberat" dakwaan "egois" itu pada Tuhan. Tahukah anda bahwa Tuhan tidak suka yang setengah-setengah dari hidup anda? Tuhan cuma mau yang terbaik (atau istilah sebenarnya "sempurna"). Dia tidak suka anda memberikan nominal uang seadanya dalam persembahan ibadah, dia suka anda memberikan yang terbaik dari uang anda.

Huff, cukup! biarkan saya memetik gitalele ini sejenak sebelum pikiran saya mentok, sementok-mentoknya. Hohoho..

Newton berpikir mengapa apel bisa jatuh ke bawah. Lalu keluarlah persamaan gravitasi yang terkenal itu. Tidak ada satupun yang bisa menggugat persamaan gravitasi itu. Itu ada disana. Anda bisa bilang di luar angkasa tidak ada gravitasi, tetapi bukankah gravitasi dari matahari yang membuat susunan 9 (atau 8) planet itu tetap pada orbitnya? Hukum gravitasi itu ada disana dan jangan tanyakan "kenapa". Cukup terima saja faktanya.

Begitu juga dengan Tuhan yang saya sebut egois itu. Ketika saya bilang konotasi negatif "egois" berubah menjadi positif ketika disematkan pada Tuhan, maka ya sudah. Saya terima saja seperti saya menerima mentah-mentah hukum gravitasi.

Ckckck,, sampai paragraf ini, pikiran saya masih belum bisa lari dari istilah "selfish God". Saya masih belum ketemu istilah lain yang cocok dengan itu dan saya masih bertanya kenapa istilah itu bermakna positif ketika disematkan pada Tuhan. Hahaha.. OK! Enough! jika anda punya istilah yang lebih baik, tolong berikan pada saya. Hahaha..

Ketika saya menulis ini, seolah saya rasakan Tuhan tertawa pada saya. Dia berkata dengan PD nya "iya, gw Tuhan yang egois, ente ada masalah?" Hahaha..

Cepat-cepat saya balas " sejauh ini masih lancar jaya Tuhan dan sepertinya ga akan ada masalah. Lanjutkan saja keegoisan-Mu. Semakin baik malah jika Engkau semakin egois". Hahaha..

Mata, telinga, ataupun perasaan bisa berkata bahwa adalah sebuah kehilangan besar, jika saya memilih ikut Tuhan yang egois itu. Tetapi waktu dan pengalaman membuktikan, justru "keegoisan" Tuhan lah yang memberikan hidup yang sesungguhnya.

La la la.. jrengg., #gitalele dimainkan

Bersambung (semoga,, hahaha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar